Tidak ada yang lebih penting dalam pergaulan umat manusia di dunia ini selain komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pikiran, gagasan atau ide, atau pesan dari seseorang kepada orang lain. Kita berkewajiban untuk mengupayakan segala cara untuk menggunakan semua alat yang ada agar penyuluhan menjadi efektif. media penyuluhan ini adalah salahsatu media visual yang memaparkan penyuluhan pada komoditi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan.

Gubernur Bali Teriak, “Musnahkan Seluruh Anjing yang Ada di Bali..!”

Sebuah pernyataan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika sedang hangat di pemberitaan media lokal atas seruannya kepada petugas Dinas Peternakan agar memusnahkan langsung anjing-anjing yang ditemukan berkeliaran di jalanan. Di pemberitaan tersebut ia mengeluarkan statement “Pokoknya ketemu anjing di jalan, langsung eliminasi. Kalau dianggap dosa, saya yang tanggung, dari pada gigit orang, jadi ribut lagi”. Pernyataan Gubernur Bali ini berdasarkan masalah penanggulangan wabah Rabies di Bali yang memang tidak mudah dilaksanakan. Salah satu kendalanya adalah, populasi HPR (Hewan Pembawa virus Rabies) yang terus meningkat, khususnya Anjing & Kucing. Metode yang digunakan pemerintah hingga kini adalah dengan program Vaksinasi, Edukasi dan Eliminasi dan sampai saat ini masih terbilang giat melaksanakan program-program tersebut.

Yang menjadi permasalahan para pecinta satwa adalah, prosedur pelaksanaan program yang dianggap kurang tepat, atau bisa dikatakan keluar jalur. Ketakutan kebanyakan warga akan virus dari hewan patut ditanggapi serius, namun statementnya dalam pemberitaan tersebut jelas menyalahi aturan kesejahteraan hewan, utamanya dalam penggunaan metode Eliminasi. Perda No.15 Tahun 2009 jelas menyatakan untuk melaksanakan pemusnahan “harus” secara selektif dan terarah pada Hewan Pembawa Virus Rabies (HPR) yang tidak teregistrasi atau menunjukan gejala penyakit yang tidak terobati dan, atau pada hewan yang diduga atau yang teridentifikasi penyakit rabies dan sudah kontak dengan HPR yang terinfeksi. Disana juga disebutkan, HPR yang berkeliaran di jalan-jalan umum dan yang tidak memakai tanda vaksinasi, ditangkap dan dimasukkan ke tempat penahanan dinas kabupaten/kota.
Menambahkan aturan tersebut, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana juga pernah mengeluarkan studi kajian pada Tahun 2011 dijelaskan, bahwa pelaksanaan Eliminasi dilakukan dengan cara sebelum disuntik mati, anjing-anjing tersebut terlebih dahulu diberi pakan yang telah dicampur obat bius, setelah anjing itu tidak berdaya, petugas kemudian menyuntikkan cairan racun hingga mati. Anjing mati dikumpulkan selanjutnya dibuatkan galian dan dibakar. Artinya, tidak bisa seenaknya langsung bunuh ditempat tanpa melalui tahap seleksi terlebih dahulu, dan dengan tidak mengindahkan cara-cara yang lebih manusiawi. Pernyataan Gubernur Bali tersebut sama dengan menyamaratakan seluruh anjing di jalanan adalah wabah, dan menurut para pecinta satwa itu “sangat kejam”.
Jika itu sampai terjadi, maka tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai kejahatan terhadap satwa. Undang-undang tindakan mengacu pada:
-        Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan no. 18 Tahun 2009 (Pasal 66, Ayat2):
Jika memang hewan tersebut bukan hewan yang dilindungi negara, maka pada dasarnya undang-undang di Indonesia mewajibkan setiap orang untuk melakukan pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan.
-      KUHP Pasal 302 (Ayat 1), Tentang Perlindungan Hewan : Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya, diancam dengan hukuman mulai dari 2 – 7 tahun penjara, dan denda maksimal Rp. 10.000.000,-.
Lembaga dan pecinta satwa setempat mempertanyakan apa yang sebenarnya yang ingin ditanggulangi di Bali? Virusnya atau anjing-anjingnya?? Karena kalau jawabannya ternyata ingin mengurangi populasi anjing di Bali, ada cara Sterilisasi (atau pengebirian), yaitu praktek pengobatan secara permanen yang dapat mencegah reproduksi.
Jika tolak ukur Gubernur adalah mengutamakan perekonomian serta keamanan masyarakat Bali, maka tolak ukurnya adalah mengutamakan hak-hak hidup dan kesejahteraan satwa. Bila itu terjadi, para aktifis pecinta satwa itu yakin akan menemukan titik temu yang menguntungkan semua pihak. Dan finalnya, wabah Rabies di Bali akan dapat teratasi dengan baik.

Dari pernyataan ekstrem Gubernur Bali tersebut, maka para pecinta Satwa Bali mengajak seluruh sahabat/teman/kerabat yang menjunjung tinggi Hak-Hak Hidup serta Kesejahteraan Satwa untuk menggalang suara, agar Gubernur Bali, Made Mangku Pastika mencabut pernyataannya tersebut, sebelum menjadi keputusan yang fatal. Semoga bisa memberikan perubahan.
Sumber : www.kabarkami.com
Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment