Tidak ada yang lebih penting dalam pergaulan umat manusia di dunia ini selain komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pikiran, gagasan atau ide, atau pesan dari seseorang kepada orang lain. Kita berkewajiban untuk mengupayakan segala cara untuk menggunakan semua alat yang ada agar penyuluhan menjadi efektif. media penyuluhan ini adalah salahsatu media visual yang memaparkan penyuluhan pada komoditi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan.

Ubi Kayu (Manihot esculanta), Merusak atau Memperbaiki Tanah?

Banyak orang merasa rugi kalau harus bertanam ubi kayu (Manihot esculanta) di lahan subur. Di banyak negara, pemerintah bahkan enggan mendorong usaha tani ubikayu. Alasannya tanaman ubikayu menguras hara tanah sehingga kesuburannya merosot.

Paham demikian tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Hasil-hasil kajian ilmiah di lapangan menunjukkan telah terjadinya salah kaprah yang bisa merugikan ketahanan pangan dunia. Apalagi kini ubikayu tidak lagi hanya sekedar salah satu tanaman pangan utama (nomor 5 di dunia), tetapi sudah berkembang menjadi salah satu tanaman industri untuk prodok non pangan seperti kertas, tekstil, farmasi dsb.
Untuk menjernihkan masalahnya dan memposisikan ubikayu dalam jalur gerakan pertanian global berkelanjutan, Pusat Penelitian Internasional Pertanian Tropis (CIAT) bersama The Nippon Foundation telah menyusun buku tuntunan berjudul “Sustainable Soil and Crop Management of Cassava” yang diluncurkan Oktober 2013.
Dalam kata pengantar dinyatakan produksi ubikayu sering disalahkan merusak tanah. Diakui bahwa dalam banyak ujicoba, hasil ubikayu akan menurun bila ditanam bertahun-tahun di lahan yang sama. Namun hal demikian juga berlaku pada banyak tanaman lainnya akibat terbawanya hara oleh hasil panen. Penurunan hasil tidak perlu terjadi bila dilakukan pemupukan secukupnya dan berimbang sebelum penanaman baru. Bahan organik tanah dapat dipertahankan dengan meninggalkan sisa tanaman tetap di lahan, mulsa, atau pemberian rabuk. Erosi tanah memang dapat menjadi masalah bila ubikayu ditanam di lahan miring atau lereng perbukitan. Namun hal tersebut dapat pula diatasi dengan konservasi tanah dan manajemen tanaman sederhana.
Pesan utama yang disampaikian buku tersebut ialah bahwa produksi ubikayu berkesinambungan tidak mesti merusak tanah. Hasil tinggi dapat dipertahankan atau bahkan meningkat dengan pemberian secara bijaksana pupuk kimia yang dikombinasi dengan bahan-bahan organik.
Lebih Toleran, Adaptif
Kesan bahwa ubikayu merusak tanah juga timbul karena ubikayu sering ditanam di tanah yang sangat rentan erosi atau sangat tidak subur. Ini biasanya pilihan petani miskin, pemberian pupuk dan pemeliharaan sangat sedikit.
Pemilihan lahan tidak subur untuk ubikayu kemungkinan karena ubikayu merupakan satu di antara segelintir tanaman yang toleran terhadap kondisi sulit demikian dan tetap menghasilkan sementara bagi tanaman lain itu berarti kemusnahan.
Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa dalam mengurangi kesuburan tanah, ubikayu tidak mesti lebih jelek dari tanaman tahunan lainnya. Nguyen Tu Siem (1992) melaporkan pada penanaman ubikayu berturut-turut selama 4 tahun tanpa aplikasi pupuk, hasil menurun 34% dari 18,9 ton/ha menjadi 6,4 ton/ha. Pada padi dataran tinggi, hasil turun dari 2,55 ton/ha menjadi tidak ada.
Howeler (1991) membandingkan hara yang keluar (terbawa) melalui hasil panen ubikayu dengan hasil 10 jenis tanaman tahunan lain (umbi segar ubijalar, butir kering jagung, padi, gandum, kedelai, batang segar tebu dst) dalam sekali panen. Pengeluaran hara N dari lahan oleh hasil panen umbi segar ubikayu mencapai 55 kg/ha atau nomor empat paling kecil. Pengeluaran hara P 13,2 kg/ha atau nomor 5 terkecil. Hara K 112 kg/ha atau paling tinggi, tetapi dekat dengan tembakau (105 kg/ha), ubijalar (97 kg/ha), dan tebu (96 kg/ha).
Di Thailand ada kebiasaan mengembalikan bagian sisa tanaman ke lahan pertanaman. Putthacharun dkk (1998) melaporkan kalkulasi hara yang keluar (melalui hasil panen) dan yang kembali ke tanah (melalui sisa tanaman) dari pertanaman ubikayu selama 22 bulan. Tanaman yang dipelajari adalah ubikayu untuk (yang dipanen) umbinya, ubikayu sebagai hijauan pakan, jagung, sorgum, kacang tanah, kacang panjang dan nenas. Terbukti bahwa ubikayu untuk umbi mengeluarkan hara jauh lebih kecil dibanding yang kembali ke lahan. Tercatat pula bahwa ubikayu untuk umbi mengeluarkan jauh lebih sedikit N dan P, dan hampir tidak beda jumlah K, Ca, dan Mg dibanding tanaman lain. Jumlah terbesar dikeluarkan oleh ubikayu sebagai hijauan pakan dan nenas jauh lebih besar. Hara yang dikembalikan tanaman ubikayu untuk umbi ke lahan umumnya paling besar atau cukup besar dibanding tanaman lainnya.
Kemampuan adaptasi ubikayu terhadap kondisi buruk menyebabkan pertanamannya banyak dilakukan pada lahan yang rentan erosi, yakni lahan miring atau lereng perbukitan. Dalam kondisi kemiringan dan jenis tanah yang sama, Morgolis dan Compos Filho (1981) menemukan masalah erosi pada lahan yang ditanami ubikayu memang lebih serius dibanding beberapa tanaman lain seperti kapas, jagung dan velvet bean. Ini karena jarak tanam lebih besar dan pertumbuhan awal ubikayu lambat sehingga tanah lebih lama terpapar pada curah hujan. Kelemahan ini sejatinya dapat diatasi dengan tumpangsari jagung, kacang tanah, atau tanaman menjalar seperti semangka, labu dan lainnya.
Efek Perbaikan Tanah
Dalam buku tersebut ditekankan bahwa jumlah hara yang dikeluarkan panen umbi ubikayu, kecuali hara K, lebih kecil dibanding panen kebanyakan tanaman lainnya. Tetapi kalau daun dan batang juga dikeluarkan, maka hara yang dikeluarkan juga akan meningkat. Kekurangan hara K pada pertanaman jangka panjang ubikayu untuk umbi dapat diatasi dengan pemupukan.
Berbagai fakta tradisional di mancanegara maupun pembuktian ilmiah menunjukkan pula sejumlah efek manfaat tanaman ubikayu bagi perbaikan tanah. Di antaranya konsentrasi tinggi hara, utamanya N dalam daun gugur dan residu tanaman ubikayu yang tertahan di lahan sesudah panen.

Selain itu, sistem perakaran ubikayu relatif dalam sehingga menyedot hara dari subsoil untuk disimpan di permukaan tanah yang kemudian dapat diserap dengan cepat oleh tanaman lain yang ditanam berikutnya. Kondisi demikian mampu merangsang reproduksi kapang mycorrhyzal dalam tanah yang membantu tanaman berikutnya seperti jagung menyerap hara P dari tanah. Selanjutnya, kanopi ubikayu yang lebat sehingga naungannya bisa bebas gulma yang menguntungkan bagi tanaman berikutnya. 
Sumber : www.tabloidsinartani.com (penulis : Olson PS)
Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment