Tidak ada yang lebih penting dalam pergaulan umat manusia di dunia ini selain komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pikiran, gagasan atau ide, atau pesan dari seseorang kepada orang lain. Kita berkewajiban untuk mengupayakan segala cara untuk menggunakan semua alat yang ada agar penyuluhan menjadi efektif. media penyuluhan ini adalah salahsatu media visual yang memaparkan penyuluhan pada komoditi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan.

Anisakiasis : Penyakit Zoonotik Tular Pangan (Foodborne Zoonosis)


DIOLUHTAN.suluhtani. Anisakiasis adalah penyakit pada manusia yang disebabkan karena mengonsumsi ikan yang mengandung larva hidup cacing Anisakis spp. Larva terdapat dalam daging ikan.
Gejala penyakit pada manusia berupa sakit daerah perut dan reaksi alergi.
Ikan yang mengandung larva tidak menimbulkan gejala sakit (klinis). Larva cacing Anisakis berukuran 2-3 cm sehingga dapat terlihst kasat mata.
Dari aspek kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet), Anisakis dikategorikan penyakit yang dapat menular ke manusia sehingga dikategorikan Penyakit Zoonotik (ZOONOSIS) yang dapat ditularkan melalui makanan. Istilah saat ini disebut Penyakit Zoonotik Tular Pangan atau “Foodborne Zoonosis“.
Anisakis spp merupakan salah satu cacing Nematoda yang dapat ditemukan pada mamalia laut, seperti ikan paus dan dolfin. Ikan tersebut sebagai induk semang (host) definitif. Cacing ini dapat menginfeksi manusia jika manusia memakan ikan yang mengandung larva hidup pada dagingnya (ikan mentah atau dimasak tidak sempurna).
Cacing dewasa ditemukan pada usus mamalia laut dan menghasilkan telur yang dikeluarkan bersama feses (kotoran; tahi) ke air laut. Larva akan berkembang dalam telur dan keluar dari telur tersebut. Selanjutnya larva akan termakan oleh crustacea (misalnya udang) dan crustacea dimakan oleh ikan (seperti makerel, salmon, sardin) dan cumi, sehingga ikan dan cumi akan mengandung larva. Crustacea, ikan dan cumi disebut induk semang (host) antara. Crustacea disebut induk semang antara pertama, sedangkan ikan dan cumi disebut induk semang antara kedua.
Selanjutnya jika ikan-ikan lain memakan ikan-ikan atau cumi yang mengandung larva maka ikan yang memakan akan mengandung larva juga.
Jika ikan berlarva dimakan mamalia laut, larva akan tumbuh jadi cacing dewasa di usus mamalia laut.
Jika ikan berlarva dan larvanya masih hidup (pada ikan mentah atau tidak dipanaskan sempurna atau ikan mentah yang tidak dibekukan) dimakan oleh manudia, maka manusia akan terinfeksi oleh larva cacing dan larva akan menempel pada dinding usus manusia. Hal ini dapat menyebabkan konsumen yang memakannya menjadi sakit dan atau muncul reaksi alergi seperti gatal-gatal (reaksi anafilaksis).
Dalam hal di atas (siklus hidup cacing), manusia disebut sebagai induk semang “accidental“ (accidental host). Manusia yang terinfeksi tidak dapat menularkan larva ke manusia lain.
Pemanasan minimum 65 derajat Celcius selama 1 menit atau pembekuan pada suhu minus 35 derajat Celcius(pembekuan cepat atau blast freezing) selama minimum 15 jam yang dilakukan terhadap iksn yang mengandung larva akan mematikan larva. Larva yang mati tidak akan menginfeksi konsumen.
Proses pemasakan ikan dalam kaleng menggunakan suhu 121 derajat selama 2,5 menit. Pemanasan ini mematikan larva pada daging ikan, sehingga tidak dapat menginfeksi konsumen.
Ada laporan bahwa larva dalam daging ikan dapat menghasilkan beberapa bahan kimia yang masih dapat menyebabkan reaksi alergi pada konsumen sekalipun ikan tersebut sudah dimasak sempurna (Audicana dan Kennedy 2008).
Pencegahan dan Pengendalian
1. Bagi konsumen: Sebaiknya memasak ikan dengan matang. Terus mencari informasi terkait keamanan pangan dengan benar dan bijak.
2. Bagi produsen: memastikan bahwa sumber ikan bebas dari larva cacing dan mengimplementasikan sistem jaminan keamanan pangan.
3. Pemerintah: mengawasi unit usaha dan peredaran produk dan terus melaksanakan pendidikan kepada konsumen (komunikasi, informasi, dan edukasi), serta menyediakan dana penelitian terkait keamana pangan dan risiko.
4. Perguruan tinggi dan instansi penelitian: melakukan penelitian terkait keamanan pangan dan risiko.
Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan dan semoga informasi ini bermanfaat. Jadilah konsumen yang cerdas dan bijak
Pustaka :
Audicana MT, Kennedy MW. 2008. Anisakis Simplex: From Obscure Infectious Worm to Inducer of Immune Hypersensitivity. Clinical Microbiology Reviews. 21 (2): 360–79. doi:10.1128/CMR.00012-07. PMC 2292572 Freely accessible. PMID 18400801.

Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment