
Faktor kedua yakni soal higienitas dan kehalalan untuk dikonsumsi manusia. APDI perlu memastikan hal ini serta sumber daging berasal dari slaughter-house (rumah pemotongan hewan/RPH) atau trading. Menurut Asnawi, trading tidak ada pengawasan soal higienitas dan pelabelan halalnya. Sedangkan, Pemerintah Australia mengawasi RPH-RPH Australia dan ada jaminan halal dari pemerintahnya. "Yang namanya trading comot sana-sini masuk dalam kemasan, ada campuran apa saja dan menyebabkan orang ragu. Kami perlu kepastian," ujarnya.
Faktor ketiga, daging yang diimpor Perum Bulog adalah daging beku atau frozen meat yang dari sisi aturan tidak boleh masuk ke pasar. Frozen meat atau daging beku ini memang harusnya untuk hotel, restoran, dan katering.
Faktor keempat, daging beku ini daya jualnya lemah di pasar. Menurut Asnawi, hanya 5% konsumen yang membeli daging beku. Itupun terpaksa membeli apabila tidak dijual daging segar dari sapi potong.
Faktor kelima, daging beku memiliki penyusutan yang tinggi ketimbang daging segar. "Daging beku Rp 85 ribu per kilogram dan daging segar Rp 90 ribu per kilogram. Beda Rp 5.000, konsumen tetap akan pilih yang fresh karena tidak ada penyusutan," tambah Asnawi.
Asnawi mengatakan, konsumen saat ini makin cerdas. Saat penimbangan, konsumen akan tanya daging beku berat susutnya berapa. "Mereka membedakannya juga dari warna.
Frozen meat semakin cair semakin kelabu warna dagingnya. Kalau daging segar akan tetap merah," tukasnya.
Sumber : Metrotvnews.com, Jakarta: (Bunga Pertiwi Adek Putri)
Editor: Retno Hemawati