Tidak ada yang lebih penting dalam pergaulan umat manusia di dunia ini selain komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pikiran, gagasan atau ide, atau pesan dari seseorang kepada orang lain. Kita berkewajiban untuk mengupayakan segala cara untuk menggunakan semua alat yang ada agar penyuluhan menjadi efektif. media penyuluhan ini adalah salahsatu media visual yang memaparkan penyuluhan pada komoditi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan.

Penting, Kemandirian Pakan di Tengah Pandemi Covid-19

DIOLUHTAN-suluhtani. Direktur Pakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI (Ditjen PKH Kementan), Makmun mengatakan, kegiatan kemandirian pakan penting dilakukan. Hal ini karena kebutuhan Hijauan Pakan Ternak (HPT) diperlukan untuk meningkatkan produksi ternak, khususnya ternak ruminansia.

Menurut Makmun, ketersediaan kebutuhan HPT sangat penting apalagi dalam situasi pandemi covid-19 yang masih serba sulit. Terlebih, unsur utama penentu harga produk pangan asal ternak adalah pakan.

Foto: Ditjen PKH Kementan

Diketahui, dari data Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT) tahun-tahun sebelumnya, porsi biaya pakan terhadap total biaya produksi pada skala usaha peternakan rakyat yaitu 70,97 persen untuk ayam ras petelur, 56,95 persen untuk ayam ras pedaging, 57,67 persen untuk sapi potong dan 67,08 persen untuk sapi perah.

Menyadari peran penting aspek pakan, baik unggas maupun ruminansia, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) I Ketut Diarmita menilai perlu pengembangan usaha produksi pakan mandiri yang dikelola oleh kelompok (masyarakat) secara berkelanjutan dengan menggunakan bahan pakan lokal. "Kami sangat mendukung kelompok ternak yang mengembangkan usaha produksi pakan, apalagi kalau dikelola dengan baik," tambah Makmun, saat melakukan kunjungan kerja di Garut, Jabar beberapa waktu lalu.

Berkembangnya usaha perunggasan sebagai penyedia sumber protein hewani dari telur dan daging yang jadi pilihan masyarakat, otomatis pakan unggas harus mampu disediakan sepanjang tahun. Komposisi bahan pakan unggas umumnya didominasi oleh jagung yang dapat mencapai 50 persen dan 10 persen dari bahan lokal lain, sedangkan sisanya sebesar 35-40 persen masih menggunakan bahan pakan yang berasal dari impor. "Dalam penyediaannya, bahan pakannya ditentukan oleh banyak faktor, seperti musim, distribusi, transportasi, dan manajemen stok," tutur Dirjen PKH Kementan RI.

Untuk pakan ruminansia, yang 20 persen berupa serat kasar hijauan pakan ternak (HPT), semestinya tidak ada kendala dalam penyediaanya, utamanya dalam hal mencukupi jumlah kebutuhan utamanya di sentra-sentra ternak padat penduduk. Namun, di daerah yang tidak padat penduduk, pemanfaatan lahan untuk penyediaan hijauan pakan memang masih belum dioptimalkan. 

Pemberian HPT dalam jumlah cukup dan berkualitas akan diperoleh dua manfaat sekaligus, yaitu efisiensi usaha dalam penggunaan tenaga kerja dan peningkatan produktivitas. Selain itu, bisa menstimulasi berkembangnya pertanian HPT secara komersial, karena konsumennya tersedia. 

Makmun selaku Direktur Pakan menuturkan, seiring dengan program pemerintah untuk mensukseskan penyediaan protein hewani, Ditjen PKH juga telah memfasilitasi kelompok peternak yang terseleksi dalam pengembangan Unit Pengolahan Pakan (UPP) ternak unggas dan ruminansia. Pengembangan UPP ini dilakukan di 11 Provinsi dan 25 Kabupaten/Kota, terdiri dari 13 UPP Unggas dan 20 UPP Ruminansia. "Kegiatan tersebut memberikan fasilitas paket bantuan berupa alat dan mesin pakan (alsin), bahan pakan dan perbaikan gudang/ruang produksi," ungkapnya.

Salah satu kelompok UPP yang mendapatkan fasilitas adalah kelompok Hurip Mekar yang berokasi di Desa Cihurip, Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kelompok yang berdiri pada tahun 2008 ini memiliki anggota sebanyak 35 orang yang saat ini sudah melakukan kegiatan pakan secara mandiri.

Pada tahun 2019, kelompok Hurip Mekar mendapatkan fasilitas berupa sarana dan prasarana produksi untuk pembuatan silase, bahan baku pembuatan silase, pelatihan serta pendampingan. Sedangkan, fasilitas sarana yang didapat antara lain pengadaan silase baller (pengemas/pembuat silase). 

Dengan memanfaatkan bahan pakan lokal yang tersedia di sekitar, kelompok Hurip Mekar diharapkan mampu memproduksi pakan secara berkelanjutan dengan harga yang terjangkau. Sehingga harapannya, kebutuhan pakan di wilayahnya dapat dipenuhi secara mandiri.

Lebih lanjut, Makmun menyebut dengan berkembangnya usaha kelompok Hurip Mekar ini diharapkan bisa mewujudkan kemandirian pakan sekaligus menjadi upaya dalam meningkatkan aktivitas perekonomian di pedesaan dan peningkatan taraf hidup masyarakat petani dan ternak anggota kelompok ternak Hurip Mekar. "Semoga berkembangnya usaha kelompok UPP diharapkan dapat mewujudkan kemandirian pakan di Indonesia," harap Makmun.

Foto: suluhtani.com

Sementara itu, Ketua Kelompok Hurip Mekar, Ahmad Wahyudin menjelaskan, pembuatan silase ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pakan utamanya pada musim kemarau. Ia menyebut, awalnya silase sangat sederhana dengan memakai bungker dari papan kayu dan memakai tong biru.

Namun, setelah diberikan fasilitas lewat program pengembangan UPP, saat ini Kelompok Hurip Mekar telah mampu membuat bungker beton kapasitas 200 ton dan mulai melakukan penjualan ke peternak yang lain. Saat ini produksi silase di Hurip Mekar mencapai sekitar 350 ribu kg atau 350 ton, dengan harga jual silase di lokasi kelompok seharga Rp1.750 per kg. "Peningkatan fasilitas ini berimbas kepada meningkatnya konseumen. Ada beberapa konsumen peternak yang datang dari berbagai daerah sekitar Jawa Barat," kata Ahmad.

Ia menyebut konsumen yang datang itu dari peternak di Kecamatan Selawi Garut, Balai Sapi Potong milik Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis, Peternakan Sapi dan Domba Manglayang, Jayagiri Kabupaten Bandung, Peternakan Sapi Cisarua di Bandung, peternak sapi perah di Kabupaten Bogor dan peternak sapi di kota Serang.

Jumlah sapi perah yang dimiliki kelompok Hurip Mekar saat ini mencapai 120 ekor. Sedangkan pemenuhan HPT, sebagian besar dari tebon jagung yang diolah menjadi silase, lalu untuk konsentrat disupply dari Koperasi Peternak Garut Selatan. Bahan baku tebon jagung untuk pembuatan silase selain dari lahan sendiri juga diperoleh dari petani mitra yang kebanyakan mempunyai lahan yang kurang produktif sehingga ditanami jagung dengan sistem bagi hasil.

Di sisi lain, Direktur Jenderal PKH, I Ketut Diarmita menilai jagung lebih menguntungkan untuk kebutuhan HPT dibanding rumput. Untuk itu, nantinya kelompok UPP ini bisa diberikan bantuan bibit jagung kemudian dikembangkan, karena di samping menguntungkan peternak, juga akan menguntungkan petani jagung. "Saya sering katakan pada teman-teman untuk memetakan lokasi yang mana saja cocok untuk dikembangkan jagung sebagai kebutuhan HPT," kata Ketut.

Menurutnya, wujudkan bank pakan sama saja dengan menujudkan swasembada pangan hewani untuk mendukung ketahanan pangan Indonesia. Ia juga berharap, UPP yang lain ikut mencontoh apa yang dilakukan oleh UPP Hurip Mekar yang diketuai Ahmad. "Kita berharap ada Ahmad-Ahmad di tempat lain sehingga bisa kita wujudkan kemandirian pakan serta sekaligus mewujudkan pangan asal hewan," ujar dia berharap.

Editor: Y.A. Yahya ( Source/Foto: www.republika.co.id )







Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment