Tidak ada yang lebih penting dalam pergaulan umat manusia di dunia ini selain komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pikiran, gagasan atau ide, atau pesan dari seseorang kepada orang lain. Kita berkewajiban untuk mengupayakan segala cara untuk menggunakan semua alat yang ada agar penyuluhan menjadi efektif. media penyuluhan ini adalah salahsatu media visual yang memaparkan penyuluhan pada komoditi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan.

Kontes "Miss Cow" Madura, sebuah Warisan Tradisi

Kontes Miss Cow, Nusantara memang kaya dengan bermacam Warisan Tradisi maupun budaya peninggalan leluhur yang tersebar di setiap daerah, mulai Sabang hingga Merauke. Di antara khazanah budaya Nusantara yang masih lestari hingga sekarang juga terserak di Madura. Pulau yang selama ini dikenal dengan sebutan Pulau Garam dan kondisi geografisnya yang cenderung tandus terutama saat musim kemarau tiba ini, meninggalkan banyak peninggalan renik-renik budaya yang membingkai adat-istiadat, tradisi, kesenian, penghidupan, dan aspek kehidupan sosio-kulturalnya pada masa silam.


Kontes Miss Cow
Warisan Tradisi
Salah satu warisan tradisi-budaya yang masih dijumpai di Madura antara lain, kontes binatang sapi yang diistilahkan Sape Sono’ hingga kini. Tradisi ini merupakan komplemen dari tradisi Kerapan Sapi yang sudah familiar bagi masyarakat luas. Jika pagelaran Kerapan Sapi melombakan adu kecepatan sepasang sapi jantan, maka “Sapi Sono” merupakan perlombaan untuk sapi betina yang biasanya digelar pada laga final Kerapan Sapi.

Tradisi Kontes Miss Cow ini tercatat pertama kali dicetuskan oleh masyarakat Batu Kerbui (Batu Kerbau) di kawasan pesisir utara Pamekasan tempo dulu. Mulanya, setiap usai membajak sawah ketika musim cocok tanam, beberapa petani daerah tersebut lantas memandikan pasangan sapi pembajak yang biasanya memang sapi betina, untuk kemudian mengikatkan sapi-sapi di tiang bambu dan sebagainya.
Dari situlah para petani daerah itu terpikir untuk melombakan sapi-sapi yang berpostur ciamik nan seksi dan bersih terawat. Dalam perkembangannya, perlombaan sapi itu berimbuh mendandani sepasang sapi yang dilombakan dengan berbagai aksesoris sehingga penampilannya terlihat cantik. Kebiasaan ini pun mentradisi dari waktu ke waktu, sampai diusung menjadi kontes secara meluas khususnya bagi kalangan masyarakat Pamekasan dan masyarakat Madura pada umumnya di kemudian hari.

Kriteria Penilaian Kontes Miss Cow
Kontes Miss CowYang dilombakan dalam Kontes Miss Cow adalah penampilan fisik berikut keseksian lenggak-lenggok pasangan sapi betina di arena kontes. Pasangan sapi peserta kontes ini dihiasi “pangonong” yang terbuat dari kayu berukiran indah juga didandani kalung berumbai di leher masing-masing. Aksesoris terbuat dari kuningan, bahkan ada yang terbuat dari emas sehingga berkilau menawan. Layaknya model yang berlenggak-lenggok dengan penampilan seksi di atas catwalk, kontestan Sape Sono’ lantas dilepas dari gerbang start diiringi oleh pemilik atau wakilnya sampai mencapai di gerbang finish. Istilah sono’ sendiri berarti merunduk, karena setiap sapi pesertanya berjalan merunduk saat dilepas di bawah gerbang start hingga memasuki gerbang finis.
Tradisi Kontes Miss Cow, selain menjadi tradisi-budaya, juga menandai upaya pembibitan secara unggul sekaligus pelestarian sapi Madura yang memang memiliki karakteristik tersendiri. Harga jual sapi-sapi yang pernah dilombakan apalagi pemenang dalam kontes Sape Sono’ pun terdongkrak sangat mahal setara dengan sapi Kerapan. Lebih dari itu, dalam perkembangannya tradisi ini dipatenkan pada 2010 agar tidak bernasib serupa dengan sederet warisan Nusantara yang diklaim oleh Malaysia. Jadi, ajang Sape Sono’ ini boleh dibilang kontes “Miss Cow” ala Madura dengan cita rasa asli Nusantara, hehehe…
sumber : negeri timur dot com
Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment