Kalau kita berbicara tentang padi hibrida, tentu dalam fikiran kita
akan terlintas tentang kehebatan produk-produk pertanian yang berlabel
hibrida yang lain. Seperti jagung hibrida, cabai hibrida, tomat hibrida,
melon hibrida dan lain sebagainya.
Namun sayang cerita padi hibrida tak seindah komoditi pertanian hibrida yang lain.

Sebenarnya petani sangat
antusias ketika mendengar pertama kali tentang kehebatan padi hibrida
yang notabene bisa berproduksi hingga 12 ton per hektar. Petani mana
yang tidak tergiur jika produksinya akan mencapai 12 ton per hektar?
Dan
kini setelah beribu-ribu petani kita menanam padi hibrida bahkan bukan
hanya sekali tetapi berkali-kali mereka seakan jera dan trauma. Dari
berbagai macam jenis padi hibrida yang telah mereka coba ternyata belum
mendapatkan hadil yang maksimal.
Sebenarnya ada apa dengan padi hibrida?

- Walaupun tertulis dikemasannya tahan berbagai macam penyakit ternyata dilapangan tidaklah demikian. Sebagai bukti banyak padi hibrida yang ditanam petani terserang hawar daun bakteri (kresek), hawar pelepah dan blast.
- Padi hibrida terbukti sangat rawan terhadap serangan hama wereng, sundep/ beluk dan ulat.
- Padi hibrida membutuhkan pemupukan yang lebih banyak jika dibanding dengan varietas unggul lokal sehingga akan menambah biaya produksi bagi petani.
- Walaupun mempunyai bulir malai yang banyak (hingga 400) tetapi seringkali bulir tersebut tidak terisi semua. Kadangkala pengisian bulir padinya juga tidak bisa penuh.
- Padi hibrida kurang memiliki adaptasi lingkungan yang tinggi, sehingga hanya spot-spot lokasi tertentu yang cocok untuk penanaman padi hibrida.
- Walaupun variets tertentu tertulis tahan kering dan cocok untuk gogorancah tetapi kehebatanya tidak pernah lebih dari varietas situbagendit dan IR 64.
- Mempunyai bentuk tanaman yang tinggi dan besar sehingga akan mempersulit petani dalam perawatannya.
- Benih padi hibrida tidak bisa ditanam kembali oleh petani. Hal tersebut akan menjadikan monopoli pasar bagi produsen benih tersebut.
- Harga benih padi hibrida jauh lebih mahal (Sekitar Rp.45.000/ kg) jika dibanding dengan variatas unggul lokal yang hanya sekitar Rp.5000/ kg. Ini akan membengkakkan pengeluaran petani.
- Memerlukan perawatan dan perhatian yang lebih hati-hati, sehingga akan menambah pengeluaran tenaga dan biaya bagi petani.
Dari
kelemahan-kelemahan padi hibrida tersebut saya kira bisa menjadi
pertimbangan bagi pemerintah dan dinas pertanian dalam hal pemberian
bantuan benih bagi petani dan untuk kebijakan program-program yang lain.
Petani kita belum bisa menerima teknologi yang rumit-rumit dan
ribet-ribet karena mengingat SDM petani kita belum tergantikan dengan
generasi muda.
Ada yang mau menambahkan kelemahan-kelemahan dari
padi hibrida tersebut? atau mau memberikan sanggahan dan kritikan
terhadap artikel ini, silahkan beri komentar dibawah ini.